Kementerian Kesehatan Mempercepat Produksi Obat Dalam Negeri Melalui Tiga Langkah Strategis

Selasa, 14 Januari 2025

    Bagikan:
Penulis: Seraphine Claire
(ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya mempercepat kemandirian sektor farmasi di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan nasional yang terus berkembang, serta meningkatkan ketahanan kesehatan Indonesia melalui tiga langkah utama, yaitu penelitian dan pengembangan, produksi, dan jaminan pasar.

Lucia Rizka Andalucia, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, menjelaskan bahwa dalam upaya mencapai kemandirian obat, target produksi bahan baku obat adalah agar dapat diproduksi secara mandiri di dalam negeri, sehingga mengurangi ketergantungan pada bahan baku yang diimpor.

Ia menambahkan bahwa langkah ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa industri farmasi nasional menggunakan bahan obat yang diproduksi di dalam negeri.

“Kemenkes telah merumuskan program dan kebijakan untuk mempercepat kemandirian produksi dalam negeri melalui tiga kelompok program. Yang pertama adalah penelitian dan pengembangan. Program yang dilaksanakan mencakup fasilitasi perubahan sumber bahan baku obat dan penguatan riset industri bahan baku obat,” ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada Senin malam.

Sejak tahun 2022 hingga 2024, pihaknya telah memberikan fasilitasi perubahan sumber, yaitu pengalihan sumber bahan baku dari impor ke bahan baku obat yang diproduksi di dalam negeri, kepada 42 industri farmasi.

Fasilitas ini didanai melalui Uji Bioekivalensi (BE) untuk enam bahan baku obat konsumsi terbesar berdasarkan nilai, termasuk Atorvastatin, Candesartan, dan Bisoprolol.

Selain itu, untuk memperluas akses pengembangan obat baru di Indonesia, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Medicines Patent Pool (MPP) dalam sebuah nota kesepahaman yang bertujuan untuk mempercepat akses terhadap vaksin dan obat-obatan di Indonesia.

"Beberapa kolaborasi yang telah berjalan mencakup produksi Nilotinib (antineoplastik untuk pengobatan leukemia myelogenous kronis), Molnupiravir (antivirus untuk COVID-19), dan Dolutegravir (antivirus untuk pengobatan HIV/AIDS)," tambahnya.

Selanjutnya, ia menekankan pentingnya produksi. Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan produksi dan penggunaan bahan baku obat lokal dengan memberikan insentif kepada pelaku usaha yang berupaya mencapai ketahanan dalam penyediaan farmasi.

“Insentif akan diberikan kepada setiap industri sediaan farmasi yang melakukan penelitian, pengembangan, dan inovasi di dalam negeri, serta yang memproduksi dengan menggunakan bahan baku lokal, baik dalam bentuk insentif fiskal maupun non-fiskal,” ungkap Rizka.

Insentif diberikan dalam bentuk percepatan jadwal Nomor Izin Edar (NIE) bagi industri yang melakukan perubahan sumber, demikian disampaikan.

Lebih lanjut, Rizka menjelaskan bahwa pelaksanaan program produksi ini berfokus pada pengaturan perdagangan impor bahan baku obat. Saat ini, industri farmasi telah mampu mengembangkan dan memproduksi sejumlah bahan baku obat di dalam negeri.

“Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian sedang mengusulkan 22 bahan baku obat yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri untuk diterapkan dalam pengaturan perdagangan impor,” ujarnya.

Selanjutnya, upaya percepatan kemandirian obat dalam negeri juga dilakukan melalui jaminan pasar. Langkah ini berupa regulasi yang bertujuan untuk mengembangkan industri bahan baku obat.

Beberapa kebijakan telah dikeluarkan untuk mendukung penggunaan sediaan farmasi yang memanfaatkan bahan baku produksi dalam negeri, seperti Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/MENKES/1333/2023 tahun 2023 mengenai Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi yang Menggunakan Bahan Baku Produksi dalam Negeri dan Kepmenkes HK.01.07/Menkes/163/2024 tentang Etalase Konsolidasi pada Katalog Elektronik Sektoral Kementerian Kesehatan.

Di samping itu, terdapat kebijakan yang berkaitan dengan penyesuaian nilai klaim harga obat untuk program rujuk balik dan obat penyakit kronis.

Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap sebagai upaya Pemerintah dalam mendukung peningkatan pemanfaatan serta jaminan pasar bagi bahan baku obat yang diproduksi di dalam negeri.

"Tujuan dari kebijakan ini adalah agar apabila terdapat daftar obat baru yang telah beralih ke sumber bahan baku obat domestik dan memiliki nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi, serta terdaftar sebagai obat klaim, maka Keputusan Menteri Kesehatan yang relevan dapat diperbarui untuk menyesuaikan harga klaimnya," tambahnya.

(Seraphine Claire)

Baca Juga: Kajian Mendalam Jadi Dasar Penataan Simpang GDC Depok Dengan Dana Rp 4,5 M
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.