Kepala Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah Kepulauan Riau (BP2D Kepri) Doli Boniara menyatakan bahwa insiden pengusiran nelayan Belakangpadang oleh Polisi Maritim Singapura menjadi bahan evaluasi penting untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
Doli menekankan perlunya adanya kesepahaman dan kerja sama yang konkret antara Singapura dan Indonesia dalam melindungi nelayan-nelayan yang beroperasi di wilayah perbatasan saat mencari ikan di laut.
“Sesuai dengan arahan Gubernur, kejadian ini tidak boleh terulang, sehingga diperlukan langkah-langkah komitmen bersama. Kami berharap akan ada kerja sama yang baik antara pemerintah Singapura dan Indonesia dalam menangani nelayan tradisional,” ungkap Doli saat dikonfirmasi di Batam, pada hari Jumat.
BP2D Kepri telah menerima penjelasan dari pihak otoritas Singapura mengenai insiden pengusiran nelayan Belakangpadang yang terjadi pada Selasa (24/12) lalu.
Otoritas Singapura menyampaikan enam poin yang menjelaskan kronologi pengusiran nelayan Belakangpadang yang diduga telah memasuki wilayah perairan teritorial Singapura menuju Tuas View Extension.
Dalam komunikasi yang diterima oleh BP2D Kepri dari Kepolisian Singapura, diinformasikan bahwa pada tanggal 24 Desember sekitar pukul 08.45 waktu setempat, Polisi Penjaga Pantai Singapura mengamati sejumlah kapal ikan Indonesia yang beroperasi di wilayah teritorial perairan Singapura.
Untuk mengatasi situasi tersebut, Polisi Penjaga Pantai Singapura mengerahkan kapal ke area tersebut guna mencegah dan menghentikan kapal-kapal yang tidak memiliki izin untuk memasuki perairan Singapura.
Hingga pukul 13.20 waktu setempat, petugas mencatat bahwa dua dari lima kapal penangkap ikan Indonesia telah melanjutkan perjalanan lebih jauh ke dalam perairan Singapura, menuju arah barat laut ke Tuas.
Sebuah kapal patroli Singapura kemudian bertindak untuk mencegah kedua kapal nelayan tersebut agar tidak melanjutkan perjalanan lebih dalam ke perairan Singapura.
Kepolisian Singapura juga menginformasikan bahwa petugas penjaga pantai telah berupaya berkomunikasi dengan para nelayan di atas kapal penangkap ikan dan menyarankan mereka untuk meninggalkan area tersebut, mengingat keberadaan pihak yang tidak berwenang dilarang di wilayah itu.
Akhirnya, para nelayan setuju untuk meninggalkan teritorial Singapura sekitar pukul 13.40 WIB. Sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut, kapal asing diwajibkan untuk mematuhi instruksi dari otoritas Singapura saat berada di perairan teritorialnya.
Pada poin keenam, Polisi Penjaga Pantai Singapura menegaskan komitmennya untuk terus melaksanakan tugas dengan profesionalisme dan keamanan.
Menurut Doli, poin terakhir dari penjelasan Polisi Sipangura secara implisit menunjukkan pengakuan atas tindakan kurang profesional yang dilakukan oleh aparat Singapura terhadap nelayan tradisional Indonesia.
“Mereka mengakui dalam poin keenam bahwa mereka akan terus melakukan perbaikan untuk meningkatkan profesionalisme mereka, yang secara tidak langsung menunjukkan pengakuan bahwa mereka akan berusaha lebih profesional lagi,” ujarnya.
“Oleh karena itu, diperlukan langkah lanjutan agar insiden serupa tidak terulang, mengingat wilayah perbatasan yang batasnya tidak terlihat. Hal ini memerlukan kesepahaman bersama, sehingga jika terjadi pelanggaran oleh nelayan, penanganannya dapat dilakukan secara profesional tanpa menimbulkan risiko. Intinya adalah bagaimana kita dapat menjadi tetangga yang baik, di mana nelayan memahami batas-batas wilayah. Ketika mereka melanggar, teguran harus dilakukan secara profesional dengan menjamin keselamatan nelayan dalam mencari ikan,” tambah Doli.