Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana untuk menghentikan impor garam industri. Pemerintah menargetkan bahwa mulai 31 Desember 2025, seluruh kebutuhan industri aneka pangan harus dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2025 mengenai Percepatan Pembangunan Garam Nasional, pasal 3 ayat 3 menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan garam nasional untuk industri aneka pangan dan tekstil harus berasal dari produksi dalam negeri oleh petambak garam dan badan usaha, paling lambat pada tanggal 31 Desember 2025
"Targetnya jelas, mulai 31 Desember 2025, kebutuhan industri aneka pangan harus dipenuhi dari produksi dalam negeri. Ini adalah komitmen kami. Oleh karena itu, impor hanya akan dilakukan jika sangat diperlukan dan setelah melalui proses verifikasi yang ketat," ungkap Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto Darwin, kepada CNBC Indonesia pada Senin (14/4/2025).
Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi besar untuk mencapai swasembada garam nasional. Doni menjelaskan bahwa saat ini Indonesia tidak lagi mengimpor garam konsumsi karena produksi lokal sudah mencukupi. Namun, untuk garam industri, terutama yang digunakan dalam sektor aneka pangan, farmasi, dan Chlor Alkali Plant (CAP), tantangan masih ada terkait standar kualitas.
"Untuk garam konsumsi, kita sudah mencapai swasembada sehingga tidak ada lagi impor. Namun, untuk garam industri, khususnya yang digunakan dalam aneka pangan, farmasi, dan industri Chlor Alkali Plant (CAP), kita masih perlu memenuhi spesifikasi yang ditetapkan," jelasnya.
KKP telah menjalin kerjasama dengan PT Garam untuk meningkatkan mutu produk garam nasional.
"Kami telah melakukan kolaborasi dengan PT Garam untuk menguji kualitas 240 ribu ton garam mereka, serta akan melaksanakan program intensifikasi, ekstensifikasi, dan penerapan teknologi vacuum salt," jelasnya.
Walaupun Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 tahun 2025 mengenai Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional masih memberikan kesempatan untuk impor bagi kebutuhan industri tertentu, Doni menegaskan bahwa mekanisme tersebut kini lebih ketat dan hanya dapat dilakukan jika stok dalam negeri benar-benar tidak mencukupi.
"Syaratnya, Perpres tersebut memberikan ruang untuk impor secara terbatas dan terkontrol, hanya dalam kondisi tertentu yang dapat mengganggu ketersediaan garam nasional," tambahnya.
Namun, ia menekankan bahwa impor bukanlah solusi jangka panjang. "Impor bukanlah solusi permanen, melainkan strategi transisi untuk mencegah kelangkaan jangka pendek, terutama dalam memenuhi kebutuhan industri pangan dan farmasi yang memerlukan standar kualitas tinggi," lanjutnya.
Sebagai bagian dari rencana menuju swasembada garam penuh, pemerintah menargetkan agar seluruh kebutuhan industri, tidak hanya untuk pangan, tetapi juga farmasi dan CAP, dapat sepenuhnya dipenuhi oleh produksi dalam negeri paling lambat pada akhir 2027.
"Target swasembada garam tetap berjalan, seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya bahwa pemerintah mengutamakan garam dalam negeri, dan jika perlu impor, harus dengan syarat. Prinsipnya sesuai dengan target Bapak Presiden, seluruh kebutuhan garam industri harus dipenuhi dari dalam negeri paling lambat akhir 2027," tutup Doni.