Jakarta - Sebuah prinsip baru yang kuat, "dari lokal untuk lokal", kini mendasari pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia. Badan Gizi Nasional (BGN) secara resmi meninggalkan paradigma lama yang mengandalkan produk makanan jadi dari perusahaan besar. Sebagai gantinya, BGN mendorong agar setiap dapur SPPG memanfaatkan potensi pangan yang dihasilkan oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan warga di sekitarnya.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, dengan tegas menyatakan akhir dari era ketergantungan pada biskuit dan roti pabrikan. "Jangan lagi pakai biskuit, roti dari perusahaan besar. Semua makanan harus diproduksi warga sekitar dapur," tegasnya. Pernyataan ini menandai komitmen untuk membangun rantai pasok yang pendek, tangguh, dan bermakna bagi komunitas penerima manfaat.
Prinsip "dari lokal untuk lokal" ini sejalan dengan semangat yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2025. Perpres tersebut tidak hanya mengatur penyediaan gizi, tetapi juga dimaksudkan untuk mendongkrak perekonomian di tingkat akar rumput melalui skema pengadaan yang berpihak pada pelaku usaha kecil. Program MBG dirancang sebagai penggerak ekonomi sirkular di tingkat desa atau kelurahan.
Baca Juga: Bangun Sinergi Pengawasan Terpadu, OJK Resmikan Kantor Provinsi Maluku Utara
Bukti nyata dari efektivitas prinsip ini dapat disaksikan di Kota Depok. Di sana, siklus "dari lokal untuk lokal" berjalan dengan baik: ibu-ibu lokal memproduksi makanan, makanan tersebut dikonsumsi oleh anak-anak sekolah di lokasi yang sama, dan uang beredar di dalam komunitas tersebut. Model ini menciptakan nilai tambah ganda yang tidak didapat dari model pengadaan barang jadi dari pabrik besar.
Untuk memastikan prinsip ini dijalankan dengan tidak mengabaikan keamanan, BGN menekankan pentingnya izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Izin PIRT menjadi penanda bahwa produk "lokal" tersebut telah memenuhi standar keamanan pangan "nasional". Dengan demikian, prinsip lokalitas berjalan beriringan dengan prinsip akuntabilitas dan perlindungan konsumen.
Agar prinsip ini dapat diadopsi secara luas, BGN meminta pemerintah daerah untuk menjadi fasilitator. Mempermudah perizinan PIRT, seperti yang diminta kepada Pemkot Probolinggo, adalah bentuk dukungan konkret pemerintah daerah dalam mewujudkan ekosistem "dari lokal untuk lokal" yang sehat dan legal.
Penerapan prinsip ini mentransformasi program MBG dari sekadar aktivitas filantropis negara menjadi sebuah gerakan pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. Setiap piring makanan yang disajikan tidak hanya mengandung nutrisi untuk tubuh, tetapi juga mengandung nilai ekonomi yang kembali menguatkan keluarga dan komunitas di sekitar sekolah.
Transformasi menuju model "dari lokal untuk lokal" ini diharapkan dapat menciptakan ketahanan pangan dan ekonomi yang lebih tangguh di tingkat komunitas. Jika berhasil, program MBG akan menjadi contoh cemerlang bagaimana kebijakan sosial yang bijak dapat menyelesaikan banyak masalah sekaligus: gizi buruk, pengangguran terselubung, dan lemahnya sirkulasi ekonomi lokal.