Jakarta - Arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjaga hutan menemukan momentum implementasinya dalam proses legislasi. Daniel Johan menyebut bahwa pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan di Komisi IV DPR harus menjadi sarana untuk memperketat aturan, terutama terkait izin dan alih fungsi hutan.
UU Kehutanan yang telah berumur lebih dari dua puluh tahun dinilai sudah tidak cukup relevan untuk menjawab kompleksitas dan dinamika persoalan kehutanan kontemporer. Banyak celah hukum yang dieksploitasi untuk melakukan pembalakan liar dan alih fungsi kawasan secara legalistik namun merusak.
Revisi ini diarahkan untuk menciptakan sistem perizinan yang lebih ketat, transparan, dan berorientasi pada kelestarian ekologis. Setiap permohonan izin harus melalui kajian lingkungan yang sangat mendalam dan mempertimbangkan daya dukung kawasan secara jangka panjang.
Baca Juga: Dari Paket Tur Ke Perencanaan Holistik, Kompleksitas Dan Peluang Di Pasar Luxury Family
Aturan mengenai alih fungsi hutan, baik untuk perkebunan, pertambangan, maupun penggunaan lain, akan diperketat. Revisi UU bertujuan memastikan bahwa alih fungsi benar-benar menjadi opsi terakhir dengan syarat dan pengawasan yang sangat ketat.
Daniel menegaskan bahwa revisi UU ini tidak boleh lagi memberikan ruang longgar yang mengabaikan daya dukung lingkungan. Pengalaman menunjukkan bahwa kelonggaran regulasi selalu berujung pada bencana ekologi dan kerugian materiil serta immateriil bagi masyarakat sekitar.
Proses revisi ini juga akan mengatur penguatan kelembagaan, termasuk posisi dan kewenangan polisi hutan (Polhut), agar selaras dengan kebutuhan penegakan hukum di lapangan. Sinergi antara aturan utama dan institusi pelaksana menjadi kunci.
Dengan merevisi UU, diharapkan tercipta kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak. Masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan dilindungi, pelaku usaha yang taat aturan mendapat kepastian berusaha, dan perusak lingkungan dapat ditindak dengan sanksi yang setimpal.
Revisi UU Kehutanan yang sedang digodok ini merupakan bentuk respons struktural dan berkelanjutan dari arahan politik Presiden. Langkah ini menunjukkan bahwa perlindungan lingkungan tidak hanya bergantung pada komitmen personal, tetapi harus dibingkai dalam sistem hukum yang kuat dan modern.